Bani Qainuqa

Bani Qainuqa, kaum Yahudi di Madinah pada masa Rasulullah Saw. 

Ya, dari sirah-sirah tercatat bahwa Bani Qainuqa adalah bagian dari kaum Yahudi di Madinah yang pertama kali merusak perjanjian dengan Rasulullah Saw.

Bani Qainuqa pun akhirnya keluar dari Madinah. Mereka diusir, yang sebelumnya dikepung pasukan Muslim selama 15 hari.

Pertanyaannya, Bani Qainuqa melanggar perjanjian apa dengan Nabi? Hingga membikin Nabi dan kaum Muslimin marah. Tentara Muslim mengepung mereka selama 15 malam. Dan akhirnya mereka menyerah dan bersedia menerima hukuman apa pun yang diputuskan Nabi Saw.

Bahkan Abdullah bin Ubay, pemimpin orang-orang munafik memintakan pembebasan, hingga akhirnya Rasulullah Saw. membebaskan mereka dengan syarat kaum Yahudi tersebut keluar kota Madinah, ke mana saja mereka suka.

Sekali lagi, saya tergelitik untuk mengetahui pengkhianatan apa yang dilakukan Bani Qainuqa sehingga mereka patut mendapatkan hukuman pengusiran.

Jelas, saya tidak dalam rangka upaya membela Bani Qainuqa, ataupun bertujuan membersihkan mereka dari kesalahan. Tidak sama sekali. Saya hanya jadi tertarik apa yang mendasari hukuman terhadap mereka.

Ibnu Hisyam meriwayatkan bahwa ada seorang perempuan Arab pergi ke pasar Bani Qainuqa dan mendatangi seorang tukang emas. Beberapa orang Yahudi di sana menyuruh perempuan itu membuka mukanya, tetapi dia menolak.

Si tukang emas lalu mengikat ujung jubah perempuan itu ke punggungnya dengan duri. Ketika dia berdiri, tampaklah auratnya dan mereka pun menertawakannya. 

Melihat hal itu, seorang lelaki dari kalangan Anshar menyerang si tukang emas, yang merupakan seorang Yahudi, dan membunuhnya. Orang-orang Yahudi yang lain mengeroyok lelaki itu hingga tewas. 

Al-Waqidi meriwayatkan kisah yang berbeda, penyebab bentrokan Nabi Muhammad Saw. dan Yahudi Bani Qainuqa. Bahwa seusai Rasulullah Saw. dari Badar, orang-orang Yahudi membangkang dan membatalkan perjanjian. 

Beliau Saw. lalu mengirim utusan untuk mengumpulkan mereka dan berseru, “Wahai orang-orang Yahudi, hendaklah kalian masuk Islam. Demi Allah, kalian sudah tahu bahwa aku adalah utusan Allah. Berislamlah sebelum Allah menimpakan hukuman kepada kalian seperti terhadap Quarisy.”

Orang-orang Bani Qainuqa itu menjawab seruan beliau, “Wahai Muhammad, janganlah kamu teperdaya oleh musuh yang sudah kamu hadapi. Sesungguhnya kamu mengalahkan kaum yang tidak berpengalaman. Ada pun kami, demi Allah, adalah jago perang. Jika kamu memerangi kami, pasti kamu takjub kalau ada musuh yang seperti kami.”

Riwayat lain, masih dari Al-Waqidi, ketika terjadi Perang Badar, Bani Qainuqa memperlihatkan sikap membangkang, rasa dengki menyeruak, dan perjanjian damai diabaikan. Allah Swt. menurunkan ayat 58 surah al-Anfal. Maka, Rasulullah Saw. mengepung mereka selama 15 hari bulan Zulkaidah tahun 2 H.

Dari situ terbaca, peristiwa pelecehan terhadap perempuan Muslim di pasar Bani Qainuqa, persoalannya sudah selesai. Saat itu, semua pihak sudah membalaskan dendamnya sehingga tak tersisa alasan untuk terjadi pengepungan dan berlanjut pengusiran.

Kemudian, tatkala Bani Qainuqa menyepelekan kemenangan kaum Muslim menghadapi kaum Quraisy, ini pun tampak janggal. Betapa berani sekelompok kecil Yahudi mencari gara-gara dengan seorang panglima yang baru saja meraih kemenangan. 

Betapa bodoh sekiranya mereka meremehkan seorang panglima yang mampu memimpin sedikit sahabatnya untuk meraih kemenangan telak atas musuh yang terdiri dari seribu orang, tentu lebih mampu menghadapi lawan yang lebih sedikit dan lebih lemah macam Bani Qainuqa.

Jika memang Bani Qainuqa sudah membatalkan perjanjian dan menyatakan perang, tetapi mereka hanya bertahan dalam benteng, mungkinkah terjadi pertempuran sementara salah satu pihak mengurung diri?

Lantas, jika ayat 58 surah al-Anfal berkaitan dengan Yahudi Bani Qainuqa, pengkhianatan apakah yang mereka lakukan terhadap Nabi dan para sahabat beliau, serta pelanggaran apakah yang mereka perbuat, sehingga terbit label “kabilah Yahudi pertama yang melanggar perjanjian dengan Rasulullah Saw.”

Apalagi jelas, rasa dengki dan curang dalam diri kaum Yahudi merupakan penyakit mental yang tidak dapat diobati dengan pengepungan dan penyerbuan. Begitu pula pembangkangan yang bisa dimaknai sebagai tindakan melewati batas, sulit dipahami maksudnya jika tak disertai penjelasan spesifik dan terperinci.

Seperti misal, apakah yang dimaksud adalah Bani Qainuqa bersekutu dengan musuh kaum Muslimin, ataukah mereka menyuplai musuh dengan persenjataan atau perbekalan, ataukah mereka memberitahu kelemahan pasukan Muslim kepada pihak Quraisy, dan seterusnya, dan seterusnya.

Artinya, kita butuh keterangan rinci, yang sayang sampai saya menuliskan ini belum terdeteksi dari keterangan yang saya baca. Inilah sisi lain yang menarik kenapa mesti baca Sirah Nabi Saw. secara mendalam, selain memang keterangan bahwa secara umum kaum Yahudi dikenal sebagai tukang makar, tukang tipu, dan pelanggar janji. 

Memang, akhirnya saya mesti lebih jeli lagi baca Al-Maghazi ini, sembari menamatkan The Great Episodes of Muhammad-nya Syekh Al-Buthy. 

Baca juga: Tahapan Dakwah

Post a Comment

0 Comments