Upaya Meyakinkan Muhammad

 

Sungguh, Khadijah merupakan istri yang bijaksana dan matang. Tatkala Nabi Muhammad Saw. masih sangat kaget dan takut seusai dari gua Hira, sang istri menenangkan beliau.

Khadijah berkata, “Tidak! Demi Allah, Dia sekali-kali tidak mencemoohkan Engkau. Bagaimana mungkin Dia mencemoohkan, padahal Engkau bersilaturrahim, Engkau memikul beban yang lemah, membantu yang tidak berpunya, menjamu tamu, dan menolong siapa saja yang dalam kesulitan atas jalan yang benar.”

Khadijah pun kemudian mengajak sang suami bertemu dengan Waraqah ibn Naufal, yang ketika itu telah berusia lanjut dan dikenal sebagai salah seorang penganut hanif. 

Dari situlah tampak, Khadijah tidak sekadar menenangkan sang suami, tetapi juga melangkah lebih jauh berkunjung kepada siapa yang lebih paham. Khadijah berupaya meyakinkan suaminya.

Benar, Khadijah selain cantik memesona dan cerdas, juga berbudi luhur. Sebelumnya, tatkala menetapkan pilihan hatinya kepada Muhammad Saw. sudah dapat dipastikan bahwa ia bukanlah perempuan seperti umumnya, yang hanya akan melihat sepintas lalu sosok calon suami.

Khadijah jelas telah memiliki pengalaman tentang tabiat kaum lelaki. Ia pernah menikah dua kali, pertama dengan Abu Halah ibn Zararah. Kedua, setelah wafatnya suami pertama, ia menikah dengan ‘Atiq ibn ‘Abid. Kemudian, juga, sepeninggal suami kedua, sekian banyak pria yang ingin menyuntingnya, tetapi ditolaknya. 

Maka, pilihan hatinya kepada Rasulullah Saw. adalah pilihan sadar bahwa sang suami, selain memang ketampanannya yang sungguh diminati oleh wanita-wanita cantik, baik gadis maupun janda, memiliki kejujuran dan kemuliaan yang tiada banding.

Perlu dicatat, ada perbedaan tentang usia Khadijah tatkala menikah dengan Rasulullah Saw. Secara umum tertulis Khadijah berusia 40 tahun ketika menikah dengan Nabi. Namun, ada yang meriwayatkan Khadijah berusia 28 tahun, sebagaimana yang ditulis Mohamad Jebara.

Jebara mengutip kesaksian sahabat Khadijah, Lubabah (yang menyampaikan kepada putranya, Ibnu ‘Abbas), bahwa Khadijah berusia 12 tahun ketika dia melihat seorang peramal di pasar membeberkan tentang masa depan Muhammad Saw.—yang saat kejadian itu beliau (Muhammad Saw.) berusia sembilan tahun. Jadi, Khadijah berusia 28 tahun ketika menikah dengan Muhammad Saw.

Riwayat lain, seperti yang disampaikan Buya Yahya, menunjukkan, ketika Khadijah menikah dengan Nabi, putri sulung Khadijah dari suami pertama, Hindun, telah berusia 14 tahun. Artinya, Khadijah menikah dengan Abu Halah ibn Zararah, suami pertama, masih berusia 14 tahun. Apalagi memang, gadis Arab saat itu yang memiliki kelebihan, baik kecerdasan maupun kecantikannya, tidak akan telat menikah. 

Terus, berdasar keumuman wanita yang masih subur atau gampang melahirkan anak lagi adalah di bawah 40 tahun, terlepas dari obrolan soal takdir Tuhan. Nah, Khadijah melahirkan enam putra-putri dari pernikahannya dengan Nabi. Sebelumnya telah memiliki tiga orang anak dari suami pertama, dan seorang anak perempuan dari suami kedua.

Maka, secara pribadi saya cenderung meyakini Khadijah berusia 28 tahun ketika menikah dengan Rasulullah Saw. Namun demikian, saya tak menampik riwayat-riwayat mayoritas yang secara sanad lebih kuat juga yang menetapkan Khadijah berusia 40 tahun. Karena yang pasti, ada perbedaan usia antara kedua pasangan tersebut. 

Nah, kembali soal Khadijah sebagai istri yang bijaksana dan matang untuk meyakinkan sang suami, Ibnu Hisyam meriwayatkan dalam sirahnya.

Khadijah meyakinkan Muhammad Saw. bahwa yang datang di gua Hira itu malaikat bukan setan. Ibnu Hisyam menceritakan, Khadijah meminta Rasulullah Saw. agar memberitahunya bila Jibril menemui beliau. 

Dan benar, satu ketika sang Nabi melihat Jibril, dan beliau memberitahu Khadijah. Kemudian Khadijah meminta sang suami untuk duduk di paha kanannya, sambil bertanya apakah masih melihat Jibril. “Ya,” jawab Rasulullah Saw.

Lantas Khadijah meminta suaminya untuk pindah duduk di paha kirinya, dan ternyata sang Nabi masih bisa melihat Jibril. Khadijah meyakinkan kembali dengan meminta suami duduk di pangkuannya, lagi-lagi Jibril masih terlihat oleh Nabi Saw.

Dan ketika Khadijah membuka auratnya sembari bertanya, “Apakah Engkau masih melihat Jibril, Suamiku?”

“Tidak lagi.” jawab Nabi Muhammad Saw.

Khadijah pun berujar, “Wahai putra pamanku (sebagai panggilan mesra Khadijah kepada Muhammad Saw. karena sebagai keluarga dekat yang seketurunan)! Berteguh hati dan bergembiralah. Demi Allah, sesungguhnya dia (yang dilihat Nabi itu) adalah malaikat bukan setan.”

Sehingga, apa yang dilakukan Khadijah tersebut menunjukkan kecerdasannya, kepahaman yang begitu mendalam tentang khazanah kitab. Sekaligus kematangan sang istri dalam rangka meyakinkan kebimbangan suami. 

Hal itu juga mengisyaratkan bahwa yang bisa melihat malaikat hanyalah Rasulullah Saw. Bahwa selain nabi tidak ada yang sanggup melihat. Juga bahwa setan senang kepada siapa pun yang membuka auratnya, sementara Jibril tidak suka.

Baca juga: Cinta Abadi, Sayyidah Khadijah, Kisah Akhir Oktober, Menerima Wahyu 

Post a Comment

0 Comments