Barangsiapa tidak menghormati sunnah ia bukan anggota golongan Muslim, terang Nabi Muhammad Saw.
Terus, apa itu sunnah? Kata “sunnah” berarti “jalan”, jalan yang bagaimana? Dalam konteks beragama, kata itu kemudian berarti “sikap yang disukai Allah” yang disampaikan Nabi kepada umat manusia.
Dan “sikap yang disukai Allah” ini dalam konteks kekinian harus kita ketahui. Mengingat kedahsyatan media sosial hari-hari ini yang telah menjadikan siapa saja berasa pakar, berasa ahli, termasuk ahli agama.
Matinya kepakaran, begitu kiranya, karena yang tampil di media sosial itu tidak benar-benar pakar, hanya serasa pakar, atau semata dipakarkan.
Maka, beruntunglah kita yang bisa menyiasati hidup di tengah ingar bingar hari ini dengan mendalami jalan yang disukai-Nya. Jalan yang dicontohkan utusan-Nya, baik dalam kata-kata maupun perbuatan.
Itulah jalan para utusan, yakni bagaimana hidup sesuai kehendak-Nya dan cara hidup yang disukai-Nya. Sehingga, kita tidak lagi berbuat sekehendak hati terhadap sesama. Ada rambu-rambu yang jelas.
Tengok misalnya, pesan beliau, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, maka hendaklah ia berkata yang baik-baik atau hendaklah ia diam; dan barangsiapa yang percaya kepada Allah dan Hari Kemudian, maka hendaklah menghormati tetangganya, dan barangsiapa yang percaya kepada Allah dan Hari Kemudian, maka hendaklah menghormati tamu.” (Hadits Arbain, no. 15).
Nyatalah, yang beliau lakukan adalah menyebarkan kalimat-kalimat perintah Allah, kalimat yang menunjuk Dia Yang Mahasegala.
Dan puji Tuhan, saya berkesempatan untuk membaca kehidupan beliau yang menunjukkan bahwa perhatian sebagai hamba tak lain adalah berjalan di jalan Tuhan. Sebagaimana perhatian beliau yang tertumpah pada tugas ini.
Tugas yang tak ringan, karena banyak penentang. Tugas yang menyebabkan penderitaan yang tak terkira, sebab nyata-nyata umat manusia cenderung mendominankan nafsu kemanusiaan ketimbang hasrat ketuhanan. Bahkan mereka tidak beriman kepada Tuhan Yang Esa dan tak meyakini hari kiamat.
Padahal, pendekatan yang dijalankan Rasulullah Saw. adalah pendekatan realistis dan tahap demi tahap. Seperti turunnya wahyu, tidak sekaligus, tetapi butuh waktu 23 tahun.
Aisyah, istri Nabi, mengatakan prinsip beliau dalam menyebarkan kalimat perintah Tuhan adalah pertama, pembahasan surga dan neraka. Kedua, setelah umat mulai terbiasa menerima ajaran, mulailah dibicarakan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Dari penuturan tersebut, betapa Nabi sangat berhati-hati dalam menyampaikan risalah. Bahkan ketika kekuasaan sudah berada di tangan, beliau tidak langsung menerapkan hukum Islam. beliau membiarkan segalanya berjalan secara alami, mengalir setahap demi setahap.
Contohnya, Nabi tinggal di Makkah selama awal misi kenabian, tetapi selama itu beliau tidak berusaha untuk melarang kegiatan ibadah berbagai kepercayaan, sampai tiba saatnya ketika mereka sendiri siap menerima risalah.
Beliau tidak protes terhadap penghinaan dan pengotoran Ka’bah. Bahkan setelah menguasai Makkah pun beliau tidak langsung menghapus kebiasaan sia-sia dan sembrono masyarakat. Dan ternyata pendekatan beliau itu yang menjadikan Islam berjaya tidak semata sebagai agama, tapi memimpin peradaban.
Jadi pendekatan secara bertahap terbukti menjamin keberhasilan dalam mengarahkan cara berpikir. Bahwa seseorang yang menerapkan prinsip bertahap tidak melakukan langkah lanjutan sebelum ia benar-benar yakin posisinya sudah cukup mapan untuk melanjutkan tugas. Bahwa ia tidak akan terhanyut dalam egonya.
Seseorang tersebut akan dengan teliti memperhitungkan faktor luar dan melaksanakan tahap demi tahap. Artinya tidak disangkal lagi, orang-orang yang demikian hati-hati dalam menjalankan tugasnya. Selain itu, risiko mengalami kekalahan dan kerugian akan lebih kecil.
Berbeda, seseorang yang berharap dapat menyelesaikan dalam waktu singkat pasti akan menghadapi banyak rintangan sebelum ia dapat melaksanakan keinginannya. Sikap seperti ini dapat mengakibatkan kerugian yang luar biasa. Dan untuk memperbaiki kecerobohan seperti itu acap diperlukan waktu yang panjang.
Rasulullah Saw. menuntun umat bahwa pendekatan bertahap, seiring dengan tingkat ketabahan dan kesabaran yang luar biasa, pada akhirnya risalah beliau mencapai kemenangan yang sungguh menakjubkan.
Tercatat bahwa revolusi yang terjadi dalam masa kehidupan beliau hanya menelan korban sekitar 1.018 jiwa. Bandingkan dengan revolusi Rusia atau Perancis yang menelan korban besar, mencapai ribuan juta nyawa.
Pendeknya, meneladani Nabi Muhammad Saw. adalah menjalankan sunnah yang sama artinya menelisik sikap apa saja yang disukai Allah. Dan sederhananya dengan memperdalam agama, kemudian mengajarkan kepada yang lain.
“Seharusnya jangan semua kaum mukmin berangkat bersama-sama: Dari setiap golongan sekelompok mereka ada yang tinggal untuk memperdalam ajaran agama dan memberi peringatan kepada golongannya bila sudah kembali, supaya mereka dapat menjaga diri.” (at-Taubah: 122).
Baca juga: Dari Peristiwa Uhud
0 Comments