Abu Lahab

Suatu hari Muhammad Saw. di bukit Shafa di hadapan kaum Quraisy dan berseru, “Apakah kalian semua pernah mendengar aku berdusta?

Seketika mereka semua serempak menjawab bahwa beliau merupakan sosok yang tulus dan amat tepercaya. 

Kemudian sang nabi melanjutkan, “Jika aku beritahukan bahwa di belakang gunung ini ada sejumlah tentara yang akan menyerang kalian, apakah kalian semua akan percaya kepadaku?

“Sungguh, kami percaya karena engkau tak pernah berdusta,” jawab mereka serempak.

Kemudian Nabi Muhammad Saw. mulai menjelaskan tentang hanya akan bertuhankan kepada Allah semata, Allah Yang Maha Esa, tentang kerasulan beliau, tentang siksa neraka, serta agar selalu berlaku di jalan kebajikan. 

Karena imbauan inilah mereka berbalik arah. Mereka menjadi sangat marah, terutama Abu Lahab yang menunjukkan kegeramannya yang paling kasar. Ia dan istrinya mengejar dan menganiaya beliau dengan berbagai cara. Seperti, mereka membawa duri dan menyebarkannya di jalan yang sering dilewati Rasulullah Saw. Mereka menaruh kotoran di pintu rumah beliau.

Abu Lahab dan istrinya bersungguh-sungguh tak mengakui kenabian sang keponakan, Muhammad Saw. 

Allah mengabadikan sikap dan tindakan Abu Lahab dan istrinya itu dalam surat al-Lahab. Dan Imam Qusyairi menjelaskan ayat demi ayat surat tersebut, yang ringkasnya, bahwa perbuatan Abu Lahab ini hakikatnya akan merugikan dirinya sendiri.

Bahkan semua harta dan perbuatannya di dunia tidak akan memberikan manfaat sekecil apa pun. Sehingga kelak, masuknya ia dan istrinya adalah suatu hal yang pasti. 

Nah, surat al-Lahab itu mengingatkan kita bahwa siapa pun yang tidak menyadari kemuliaan dan keagungan Nabi Saw., niscaya akan hancur lebur. Bahwa siapa pun yang tidak bersaksi atas ketinggian kedudukan dan kehormatan Nabi Muhammad Saw., akan jauh dari rahmat Allah. Jadi, siapakah yang bisa menjamin harta kita akan bermanfaat jika kita malahan menegakkan front permusuhan dengan Nabi Saw.? 

Itulah kenapa, jangan sampai kita mengikuti jejak langkah Abu Lahab bin Abdul Muthalib di mana harta dan permusuhan kepada Nabi-Nya menggiringnya pada kehinaan. Dan ditandaskan oleh Tuhan, seburuk-buruk keadaan adalah keadaan Abu Lahab dan istrinya.    

Kita baca Sirah Nabi, ke mana saja Muhammad Saw. pergi, Abu Lahab selalu membuntuti, sembari mengingatkan orang-orang agar jangan mendengarkan ocehan beliau secara serius, katanya, beliau sakit ingatan, pembohong, dan sebagainya.

Dari sirah, Abu Lahab dan para penentang Nabi Saw. itu sebenarnya tidak mengingkari bahwa Allah telah menciptakan mereka dan menciptakan segala sesuatu. Namun, mereka telanjur menyembah berhala-hala dan menganggap bahwa berhala-hala itu mendekatkan mereka kepada Allah. 

Dan penyembahan berhala itu telah terjadi jauh sebelum mereka, berpindah kepada mereka dari umat-umat yang berdekatan dengan mereka. Maka, mereka menyambut seruan Muhammad Saw. dengan pengingkaran yang sedemikian hebat. Mereka sangat memandang aneh ide tauhid beliau.

Berikutnya, ajakan Muhammad Saw. untuk beriman kepada hari akhir juga disambut dengan ejekan dan pendustaan. Termasuk pula, mereka mengingkari tentang dibangkitkannya orang-orang mati. 

Mereka mengira tidak ada kehidupan selain di dunia, dan bahkan mereka menantang beliau untuk dihidupkan kembali nenek moyang mereka supaya mereka bisa yakin bahwa hari akhir itu memang nyata. 

Lebih dalam lagi mereka menentang kerasulan Muhammad Saw. Mereka menggambarkan bahwa seorang rasul mestinya tidaklah manusia seperti mereka. Mereka menginginkan seorang rasul yang tidak butuh makan dan tidak berjalan-jalan di pasar. Kalau pun tetap seorang manusia, mereka menghendaki seorang rasul yang harus banyak harta.

Demikian juga mereka tidak mempercayai bahwa Al-Quran diturunkan dari Allah. Mereka menganggapnya sebuah bentuk syair yang disusun oleh Muhammad Saw sendiri. Mereka tidak percaya Al-Quran adalah perkataan Allah yang diturunkan kepada Muhammad Saw.

Begitulah, Abu Lahab, paman Rasulullah sendiri, adalah orang yang paling memusuhi beliau. Demikian juga istrinya, Ummu Jamil. Abu Lahab selalu berusaha menyebar fitnah untuk merusak hubungan baik Nabi Saw. dengan orang banyak. Abu Lahab selalu menyebar keraguan ajaran-ajaran beliau. Dan anehnya, diikuti pula oleh orang banyak, terutama dari kalangan elite Mekkah. 

Pun Ummu Jami, begitu mendengar ayat Al-Quran yang turun mengenai dirinya dan suaminya, segera mendatangi Rasulullah Saw.

Saat itu beliau sedang duduk di dekat Ka’bah bersama Abu Bakar. Ummu Jamil membawa sebongkah batu, “Hai Abu Bakar, mana temanmu? Aku mendapat kabar kalau dia sudah mengejekku dengan syairnya. Demi Allah, jika kujumpai dia sungguh akan kupukul mulutnya dengan batu ini.” 

Setelah Ummu Jamil berlalu pergi, Abu Bakar bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah dia tidak melihat baginda?”

“Allah telah mengaburkan matanya dari melihatku.” jawab Rasulullah Saw.

Baca juga: Karakter Beliau

Post a Comment

0 Comments