gambar dari facebook |
PADA urutan tertib surahnya, Al-Quran diawali dengan Surah Al-Fatihah, di mana kaum Muslim diperintah untuk memohon pertolongan hanya kepada Allah semata.
Selanjutnya, pada Surah An-Nas, sebagai surah penutup, pun Allah Swt. mengajarkan kaum Muslim agar senantiasa berlindung hanya kepada Allah dari pelbagai kejahatan.
Nah, kita tengok Surah An-Nas ini satu per satu, “Qul a’udzu birabbin-nas(i), Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Allah Penyantun segenap manusia’.” (An-Nas: 1).
Pada ayat tersebut, Allah Swt. memerintahkan Baginda Rasul Saw. beserta para pengikutnya agar memohon perlindungan kepada-Nya, Tuhan yang memelihara dan menguasai. Tuhan yang telah menjadikan, menumbuhkan, mengembangkan, dan memelihara kelangsungan hidup umat manusia dengan berbagai fasilitas dan kasih sayang.
“Malikin-nas(i), Raja (Penguasa) segenap manusia.” (An-Nas: 2).
Bahwa Allah Swt. adalah Maharaja yang memiliki dan menguasai umat manusia. Dia-lah yang membuat dan mengatur peraturan-peraturan untuk ditaati umat manusia.
“Ilahin-nas(i), Yang disembah segenap manusia.” (An-Nas: 3).
Ilah itu adalah Tuhan, karena semua makhluk menuju dan memohon kepada-Nya. Nah, Dia adalah Tuhan atau sesembahan manusia, Dzat yang patut disembah dan hanya kepada-Nya tertuju pengabdian.
Muhammad Zuhri, dalam Secawan Cinta, menjelaskan bahwa tiga ayat tersebut menghadirkan konsep kiblat hidup atau ketauhidan yang terdiri: rububiyah, mulkiyah, dan uluhiyah.
Pertama, Rububiyah tertera dalam ayat pertama surah An-Nas, dari kata rabb, yang menuntun kita untuk mengimani bahwa Allah Ta’ala adalah Sang Manajer, Sang Penuntun, Sang Pemelihara kehidupan, Sang Pemberi Rezeki, dan Sang Pengendali. Singkatnya, Dia-lah Pelayan segala kebutuhan makhluk-Nya.
Kedua, Mulkiyah, dalam ayat kedua, artinya Sang Raja atau Penguasa Manusia yang sesungguhnya. Bahwa Dia-lah Penguasa yang sesungguhnya, yang menetapkan hukum bagi manusia melalui utusan-Nya, untuk ditaati supaya kehidupan ini terkendali, agar baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur.
Ketiga, Uluhiyah, bahwa sedianya tiada Tuhan yang wajib disembah selain Allah. Bahwa hanya Allah semata yang wajib diibadahi.
Dan ketiga konsep ketuhanan itu juga, sekali lagi, diterangkan dalam surah pembuka, Al-Fatihah. Artinya, betapa Al-Quran telah mengawali dan menutup surahnya dengan tiga konsep tauhid mendasar: rububiyah, mulkiyah, dan uluhiyah.
Ketiga konsep tersebut tidak terpisah. Tidak bisa misalnya, kita beriman bahwa pencipta alam raya ini Allah, tetapi giliran untuk menaati peraturan-Nya, kita tidak mau. Kita percaya adanya tauhid rububiyah, tetapi tidak mengakui tauhid mulkiyah, misalnya.
“Dan jika engkau bertanya kepada mereka, ‘Siapa yang menciptakan langit dan bumi, yang menundukkan matahari dan bulan?’ Mereka pasti akan menjawab, ‘Allah’. Maka mengapa mereka berpaling dari-Nya?” (Al-Ankabut: 61).
Atau misalnya, dalam keseharian kita lebih mementingkan harta, kedudukan, popularitas, gengsi, dst, ketimbang Allah Swt., itu berarti kita mengakui tauhid rububiyah, karena percaya betul bahwa Allah yang menciptakan segalanya ini, tetapi enggan menetapkan tauhid uluhiyah karena memilih untuk lebih fokus kepada selain Allah Ta’ala.
“Apakah kau tahu siapa yang mengangkat hawa nafsunya sebagai Tuhannya, …” (Al-Furqan: 43).
Ayat berikutnya, “Min syarril-waswasil-khannas(i), dari kejahatan setan penggoda yang bersembunyi.” (An-Nas: 4).
Al-Waswas diartikan setan, karena ia selalu membisikkan berbagai kejahatan ke dalam lubuk hati manusia. Kemudian al-khannas berarti tersembunyi secara berulang-ulang. Artinya, setan tidak bosan untuk menggoda manusia secara berulang-ulang.
“Alladzi yuwaswisu fi shudurin-nas(i), minal jinnati wan-nas(i). Yang selalu membisikkan sikap ragu dan tindakan maksiat; baik ia jin maupun manusia.” (An-Nas: 5-6).
Allah Swt. menandaskan bahwa godaan-godaan yang menyebabkan kita meragu dan terjerumus untuk bermaksiat itu hakikatnya berasal dari bisikan setan yang tersembunyi. Ia ditiupkan ke dalam dada manusia. Dan bisikan-bisikan kejahatan (setan) ini berasal dari golongan jin, dan bisa pula dari manusia sendiri.
Dari situlah bahwa surah An-Nas ini mengingatkan bahwa sedianya kaum Muslim memohon perlindungan hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Karena Allah adalah Pemelihara, Raja, dan Sembahan yang sesungguhnya.
Kemudian, wujud perlindungan yang dimohonkan adalah dari gangguan-gangguan setan yang memang dari sononya tidak akan pernah bosan membisikkan ke dalam hati manusia untuk berbelok arah atau lebih patuh menjalani kemusyrikan, dan menekuni perbuatan maksiat.
Setan akan memalingkan kita dari ketaatan kepada Allah Swt. Ia akan merusak agar ibadah yang kita jalani tidak memiliki nilai di hadapan-Nya.
Dan satu hal yang perlu diingat, bahwa ternyata setan itu ada dua macam, yakni dari golongan jin dan dari golongan manusia.
Maka, hati-hatilah! Sungguh, setan itu adalah musuh yang nyata, baik dari golongan jin maupun--dan ini yang kayaknya luput--manusia.
Wallahu a'lam.
0 Comments